bengkel seni keranda

Kamis, 28 Juli 2011

ADAT PENGANGKAT BAGI SIOLIMBONA



Asal-usul parabhela
Menurut sejarah kebudayaannya, parabhela adalah tokoh komunitas pertama yang menghuni pulau buton. Komunitas-komunitas masyaraakt buton yang pertama menurut ahli antropologi dan prehiistori adalah migran pendatang dari cina selatan dan hindia belakang yang di asumsikan telah tiba di buton pada era paleoliticum 5000 sampai 4000 tahun sebelum masehi, peninggalan-peninggalan budaya manusia buton pertama yang didapati oleh para peneliti hingga kini adalah berupa:

1.      Tewe’u                  : berupa guci terbuat dari lubang batu untuk menyimpan air   yang  banyak terdapat di berbagai kawasan buton dan muna
2.      kapepekia             : atu ceper tebal dengan anak penumbuknya sebagai alat memecahkan makanan biji-bijian
3.      pehbatu                 :  cara mematangkan makana dari umbi-umbian dengan batu     panas yang di susun berlapis-lapis dalam sebuah lubang.
4.      kulit kerang           :   berupa fosil bekas sampah buangan manusia purba yang berdiam di goa-goa batu pada lereng pebulitan batu yang curam di berbagai kawasan buton.
5.      tulisan                    :  pada dinding batu lingkoburi di muna yang di taksir oleh ahli antropologi dan prehistori telah berumur lebih kurang 4000 tahun sebelum masehi.

Berdasarkan peninggalan-peninggalan budaya manusia pertama buton dan muna tersebut di atas dperoleh kesimpulan bahwa pulau buton dan muna telah di huni manusia pada era   paleolithycum .dalam perkembangannya dengan tingkat budaya yang cukup lamban, pada era mesolyticum antara 2000 tahun hingga 1500 tahun sebelum masehi manusia buton dan muna terebut telah dapat membuat gerbah berupa periuk, belanga, buyung dan guci seperti halnya budaya kerajinan membuat gerabah orang kampung katobengke di bau-bau dan orang labhora di muna. Penyamaan masa eksistensi kebudayaan gerabah katobengke labhora dengan kebudayaan gerabah budaya filipina menurut petter belwod berasal dari china yang kemudian masuk ke jepang dan taiwan terus ke filipina. Demikian pula “bhaki” atau keranjang  usungan yang di pakai orang katobengke dan masyarakat pedalaman buton dan muna pada umumnya bersamaan ciirinya dengan keranjang usung uku-suku di hindia belakang (indo china). Fakta ilmiah dari peninggalan budaya itulah yang antara lain menguatkan asumsi bahwa manusia buton dan muna pertama adalah komunitas suku migran dari hindia belakang yang meliputi kawasan china selatan dan indo china, dengan tidak mengurangi arti penting penellitian para ahli lebih lanjut untuk mengungkap kebenaran sejarah, maka untuk sementara asumsi tentang manusia buton berpijak pada fakta peninggalan budaya yang ada dan di temukan di buton dan muna.
      Perkembangan manusia buton menurut ilmu sosial mengenal kehidupan komunitas bermasyarakat dan berkembang menjadi suku-suku tampak lebih dominan pada abad pertama hingga abad kelima masehi. Perkembangan itu adalah bersamaan dengan suku-suku di jawa, sumatra, kalimantan.sulawesi dan maluku. Bahkan paling tidak pada abad ke 4 dan abad ke 5 di jawa dan kalimantan telah berkembang masyarakat elit jawa yang mendirikan kerajaan Tarumanegara dan komunitas masyarakat di kalimantan timur telah mendirikan kerajaan Mulawarman.
      dalam masa perkembangan masyarakat di berbagai kawasan nusantara itu komunitas masyarakat di berbagai kawasan buton dan muna, wakatobi, kabaena maupun bombana berkembang pula suku-suku sehingga terbentuk Suku Suai yang berbahasa (Cia-cia), suku pancana yang berbahas pancana (icu-icu), suku kaumbeda (liwuto pasi), suku moronene yang berbahasa moronene, dan suku bajo yang berbahasa bajo. Di wolio saat ini belum terbentuksuku sebab suku wolio adalah suku campuran kelompok-kelompok pendatang dengan pribumi yang baru eksis pada abad 13 masehi sebagai suku yang mendiami pusat kerajaan buton setelah kedatangan dungkucangi, mia patamiana, wa kaa kaa serta sri batara bersaudara. Kelompok-kelompok komunitas para pendatang ini yang kemudian kawin mawin dengan pribumi membentuk suku yang di sebut suku wolio. Perkembangan budaya mereka lebih tinggi dan jauh lebih cepat dari pada suku-suku pribumi sehingga pada abad ke 13 suku inilah yang membentuk dan membangun kerajaan buton pada tahun 1332.

      Bahwa perkembangan komunitas mayarakat buton di awali oleh terbentuknya komunitas-komunitas yang sebahasa yang di pimpin oleh tokoh komunitas yang di sebut “Parabhela” dan “bhonto” sebagai kepala pemerintah. Pada awalnya parabhela ialah tokoh komunitas masyarakat suai sedang bhonto adalah tokoh komunitas masyarakat pancana. Tokoh-tokoh dalam pengertian ini juga berkembang di kalangan suku kaumbeda di wakatobi, sedang di bombana berkembang komunitas suku moronene yang di pimpin puu tobu. Perkembangan lebih lanjut sejalan dengan peningkatan sistem kehidupan sosial kemasyarakatan yang lebih luas para tokoh seperti parabhela dan bhonto, masing-masing sudah berfederasi membentuk suatu wilayah pemerintahan yang di sebut kadie dan untuk memimpin pemerintahan kadie berdasarkan musyawarah mufakat mereka mengangkat seorang kepala pemerintahan dengan gelar yang di sebut “lakina”, perkembangan ini terjadi baik pada suku suai maupun suku pancana, pada suku moronene yang di pimpin oleh puu tobu berfederasi pula menjadi lebih besar dan membentuk wilayah pemerintahan yang di sebut “wonua”, dan sebagai kepala pemerintahannya di angkat seorang pejabat yang di sebut “mokole”.di daratan sulawesi tenggara berkembang komunitas masyarakat konawe dan me kongga yang di pimpin juga oleh puu tobu dan  too o dadio.suku tolaki dan mekongga dalam perkembangannya terjadi federasi atau penyatuan wilyah-wilayah puu tobu menjadi wilayah yang di sebut wonua dan di pimpin olleh “mokole” yang sama perkembangannya dengan suku moronene yang serumpun. Itulah perkembangan sosial kemasyarakatan yang terjadi dalam masa yang cukup panjang berabad-abad antara abad ke 1 hingga abad ke 10 masehi di buton dan umumnya di sulawesi tenggara. Perkembangan komunitas-komusitas pribumi sebagaimana di uraikan di atas memposisikan parabhela, dan bhonto sebagai tokoh pribumi yang dalam peristilahan masyarakat adat buton di sebut “miana tana”(orang negri) atau pribumi. Tokoh-tokoh dari kalangan pribumi inilah menurut adat yang mendapat kedudukan sebagai pembari restu dan pemberi legitimasi kekuaasaan kepada para pejabat kerajaan seperti halnya pata limbona ataupun sio limbona yang menurut adat di pandang berwenang mangangkat raja, tanpa restu dan legitimasi dari parabhela kedudukan pata limbona dan sio limbona tidak sah menurut adat.
            Pada mas pemerintahan kerajaan buton (1332-1540), parabhela dan bhonto sebagai tokoh komusitas pribumi buton menurut adat di tetapkan sebagai pembari legitimasi pata limbona. Tradisi yang di adatkan ini terus berlaku hingga era pemerintahan kesultanan buton dan di kuatkan pada masa pemerintahan dayanu ihsanuddin. Tradisi ini berpijak pada kenyataan bahwa pada prinssipnya kaum walaka dan golongan kaomu dalam strata masyarakat adat buton adalah pendatang yang kemudian di tokohkan dan menjadi pejabat tinggi dalam pemerintahan kerajaan buton. Kenyataan itu sebagaimana berawal dari kelompok mia patamiana yang kemudian di angkat menjadi bhonto dimana sesuai kedudukannya sebagai kepala pemerintahan limbo dalam kawasan wolio mereka di sebut pata limbona dan meraka adalah pendatang yang tiba di buton secara berkelompok awal abad ke 14 .   
            Adalah wajar menurut adat sebagai pendatang yang kemudian di percaya sebagai tokoh yang memimpin di buton baik pata limbona dan siolimbona sebagai”wakil rakyat” yang memegang kekuasaan majelis sara kerajaan maupun kamboru-mboru yang di pilih untuk memegang kekuasaan pemerintahan harus mendapat legitimasi kekuasaan dari tokoh pribumi yaitu parabhela dan bhonto limbo sebagai tokoh rakyat pribumi pemilik tanah negri buton. Bahwa pada awal terbentuknya kerajaan buton wilayahnya meliputi dua bekas kerajaan yaitu kerajaan kamaru dan kerajaan tobhe-tobhe yang di sebut “rua lipuna”atau yang “dua negri”. Dalam wilayah rua lipuna terdapat lebih dari seratus kampo (kampung) kampung-kampung tersebut di pimpin oleh seorang  parabhela atau bhonto limbo. Pada umumnya kampung-kampung bekas wilayah kerajaan tobhe-tobhe di pimpin oleh seorang parabhela sedang di kampung-kampung di bekas wilayah kerajaan kamaru di pimpin oleh seoranng bhonto. Parabhela wilayah kerajaan buton selatan dan timur di ketuai oleh dua orang parabhela matana sorumba yaitu parabhela lapandewa dan parabhela wabula, sedang bhonto di wilayah kerajaan buton utara dan barat di pimpin juga oleh dua orang parabhela yaitu parabhela watumotobhe dan parabela wasilomata.
  
            Demikian sehingga seluruh parabhela dan bhonto limbo dalam wilayah kerajaan buton di pimpin oleh empat orang parabhela matana sorumba dan merekalah yang melegitimasi pengangkatan pejabat sarah patalimbona maupun sara siolimbona. Bahwa berdasarkan wewenang yang di berikan hukum adat maka parabhela dalam rua lipuna di masa kerajaan maupun”pitu pulu rua kadiena”(yang 72 kadie) pada era kesultanan di tetapkan di pimpin oleh 2 orang parabhela matana sorumba pada suku suai yaitu parabhela lapandewa dan parabhela wabula, dan 2 orang parabhela matana sorumba pada suku pancana yaitu parabhela watumotobhe dan wasilomata. Atas dasar penetapan itu maka terbentuk empat orang parabhela matana sorumba yang di sebut dalam adat “parabhela matana sorumba pata matana” sebagai pelopor yang di dampingi seluruh parabhela dari rua lipuna ataupun pitu puluh rua kadiena. Empat parabhela matana sorumba tersebut masing-masing berkedudukan di lapandewa, wabula, watumotobhe, dan wasilomata. Dalam status itulah sehingga parabhela matana sorumba pata matana sesuai wewenangnya dalam adat melegitimasi dan membai’at pata limbona dan siolimbona untuk duduk sebagai anggota majelis sara buton sebagai wakil rakyat. Berdasrkan latar belakang sejarah yang demikian itu maka struktur pelegitimasian jabatan dala sistem kekuasaan kerajaan dan kesultanan buton berpangka; pada rakyat sebagai pemegang”hak kedaulatan”yang tertinggi dalam sistem ke tatannegaraan buton. Rakyat melegitimasi kekuasaan majelis sara yang di pimpin siolimbona, dan mejelis sara yang di wakili siolimbona memilih dan mengangkat “laki wolio”atau sultan buton. Selanjutnya sultan menjalankan kekuassaan pemerintahan berpijak pada hukum adat yang di tetapkan oleh majelis sara. Sistem ini menurut sejarah demokrasi adalah merupakan sistem demokrasi tertua di dunia secara implementatif karena satu-satunya kerajaan yang memilih dan mengangkat raja (sultan) sebagai kepala pemerintahan ialah kerajaan atau kesultanan buton. Dan tradisi yang di adatkan sebagai suatu cara untuk mengngkat dan menetapkan”pata limbona”ataupun “siolimbona “sebagai wakil rakyat yang berfungsi untuk mengangkat “laki wolio”yaitu raja atau sultan buton ialah melalui beberapa tahapan proses yaitu:

  1. musyawarah-mufakat dan penetapan calon
anggota pata limbona atau siolimbona.
     
    1. Parabhela melaksanakan musyawarah-mufakat di baruga wolio untuk  mengukuhkan calon anggota pata limbona atau siolimbona yang di laksanakan oleh semua parabhela bersama bhonto limbo di saksikan para lakina.
    2. Hasil permufakatan parabhela seluruh kadie kemudian di serahkan kepada 4 orang parabhela matana sorumbapata matana yaitu parabhela lapandewa (bapak), parabhela watumotobhe (ibu), parabhela wasilomata (anak laki-laki), dan parabhela wabula (anak perempuan) dimana mereka di pandang dalam adat sebagai” miana tana” atau orang negri yang mewakili seluruh rakyat pribumi buton.
    3. parabhela lapandewa  sebagai bapak bertindak menerima hasil musyawarah-mufakat maka parabhela lapandewa mengumumkan anggota pata limbona atau siolimbona yang terpilih 2 orang yaitu bhontona bhaluwu dan bhontona bharangkatopa. Menyusul setelah itu anggota pata limbona yang 2 orang lagi di serahkan kepada parabhelawabula untuk mengumumkan bhontona bharangkatopa dan bhontona gundu-gundu. Demikianlah 4 orang bhonto yang terpilih namanya menjadi anggota pata limbona dan saat itu juga di berikan nama panggilan “maa” misalnya maa hariki, setelah semua anggota pata limbona yang terpilih mendapat gelar masing-masing maka parabhela lapandewa mengumumkan 5 orang bhonto pilihan lainnya yaitu bhontona gama, bhontona siompu, bhontona rakia, bhontona wandailolo dan bhontona meleisekaligus di berikan gelar “ maa”, sehingga genap  menjadi siolimbona. Demikian penetapan bhonto siolimbona dan dengan selesainya penetapan itu maka selesailah acara penetapan calon terpilih dan tinggal menunggu hari yang makbul sesuai kotika yang di tetapkan oleh parabhela matana sorumba untukdi bai’at di batu pelantikan bhonto di wolio yang sekarang berada di dalam benteng wolio.
 
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar